Barongsai Naga Kabupaten Tangerang lestarikan dan kembangkan budaya bangsa #dapurseniibnusinachannel

 




Barongsai adalah tarian tradisional Tiongkok dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa. Kesenian yang sering disebut sebagai tarian singa ini terbagi menjadi dua jenis. Singa utara memiliki surai ikal dan berkaki empat. Sedangkan singa selatan yang lincah memiliki sisik dengan jumlah kaki bervariasi antara dua atau empat dan dilengkapi tanduk.

Di era Orde Baru , kesenian yang berhubungan erat dengan tradisi etnis Tionghoa. Sempat dilarang, namun kini barongsai menjadi kesenian publik yang digemari dan berkembang luas.

Sepasang mata singa menari atraktif. Satu singa melonjak-lonjakkan kepalanya. Singa satunya lagi, yang memiliki empat kaki, bergerak lebih lincah dan dinamis. Sesekali berdiri dengan dua kaki. Tarian kedua singa semakin energik dengan iringan tabuhan drum dan simbal; membuat penonton riuh dan bergairah.

Begitulah penampilan barongsasi yang selalu menghiasi perayaan “Tahun Baru Cina” atau biasa dikenal dengan sebutan Imlek di mal maupun tempat umum lainnya. Sebuah daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk menyaksikannya.

Kini tarian enthik tersebut, tidak saja digelar pada saat ritual keagamaan, namun menjadi salah satu wisata budaya di beberapa tempat di Tanah Air. Termasuk di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang.

Atraksi barongsai melibatkan gerakan kaki yang menuntut kecepatan, kekuatan, dan keseimbangan kaki pemainnya. Kekuatan tangan juga diperlukan untuk memainkan kepala barongsai atau mengangkat badan teman yang di depan. Jadi, bisa dikatakan, atraksi barongsai terpusat pada olah gerak tubuh. Di dalamnya ada unsur tarian, bela diri, dan akrobatik. Gerakannya mengikuti hentakan ritme yang dihasilkan oleh pemain musik.

Secara umum, ada beberapa teknik dalam memainkan tarian barongsai. Kendati demikian, masing-masing teknik ini masih tetap mengikuti pola dasar yang sama. Menurut Arina Restian dalam Pembelajaran Seni Tari di Indonesia dan Mancanegara, dalam memainkan tarian barongsai terdapat delapan elemen atau pola dasar, yaitu tidur, membuka, bermain, pencarian, berkelahi, makan, penutup, dan tidur. Tarian dapat diperpanjang, atau mungkin keluar dari kebiasaan bermain.

Ada banyak versi legenda mengenai asal-usul barongsai. Tapi umumnya dikaitkan dengan kepercayaan bahwa barongsai sebagai penjaga serta pengusir roh jahat dan tolak bala. Irwan Abdullah, guru besar Antropologi Universitas Gadjah Mada, dalam Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global menyebut tarian singa ini berakar dari masa Dinasti Chin sekira abad ke-3 SM. Ia kemudian menjadi tradisi yang populer pada zaman Dinasti Nan-Bei, sekira 420-589.

Tradisi ini dibawa ke Indonesia seiring migrasi besar-besaran dari Tiongkok sekira abad ke-17. Secara bahasa, kata Barongsai merupakan gabungan dari kata Barong yang berasal dari bahasa Jawa dan kata Sai dari dialek Hokkian yang juga berarti singa.

Tarian Barongsai Nan Eksotis: Dari Global ke Lokal, Kembali ke Global  dimuat buku Setelah Air Mata Kering: Masyarakat Tionghoa Pasca-Peristiwa Mei 1998 suntingan I. Wibowo dan Thung Ju Lan, barongsai tak bisa dilepaskan dari kegiatan kelenteng-kelenteng yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan.

Karena itulah sebelum atraksi barongsai, ada serangkaian ritual yang harus dilakukan bagi barongsai maupun para pemainnya. Tujuannya agar pertunjukan berjalan lancar serta para dewa datang untuk menyaksikan sekaligus memberikan kekuatan dan keselamatan.

Pertunjukan barongsai mengalami masa kejayaan seiring munculnya perkumpulan Tiong Hoa Hwee Koan. Hampir setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwee Koan di berbagai daerah di Indonesia dipastikan memiliki paguyuban kesenian barongsai.

Sempat menghilang di masa Orde Baru seiring larangan terhadap segala hal berbau Tionghoa, pertunjukan barongsai menggeliat kembali setelah masa reformasi. Bahkan dipertandingkan.

Makin ke sini barongsai tumbuh sebagai seni pertunjukkan yang bersifat hiburan maupun komersial. Penampilannya muncul di berbagai ruang publik. Selain itu, muncul pula “barongsai ngamen” yang menjajakan diri dengan mengetuk rumah-rumah dan toko untuk memperoleh angpao ala kadarnya.

Barangkali dengan berbagai cara itu pula barongsai tetap lestari. 




Komentar

Postingan Populer